Kamis, 24 Januari 2013

asuhan keperawatan pada sifilis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN SIFILIS
A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
Sifilis adalah penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan eksasarbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf, srta dapat terjadi sifilis kongenital.
II. KALSIFIKASI
1. Menurut WHO
a. Sifilis Dini
Dapat menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya.
b. Sifilis Lanjut
Tidak menular karena Treponema pallidum tidak ada.
2. Secara Klinis
a. Sifilis Kongenital
Penularan intrauterin setelah pembentukan plasenta (bulan ke V kehamilan) tidak berakibat keguguran awal / prematur, tetai dapat menyebabkan bayi lahir mati.
b. Sifilis Akuisita
Penularan dengan senggama, melalui luka mikroskopik, karena kuman tidak menembus kulit / mukosa –setelah masuk jaringan, segera melakukan pembiakan dan masuk saluran limfatik sehingga dalam 24 jam sudah didapati dalam kelenjar limfatik regional.
Stadium I
Terjadi 7 hari sampai 3 bulan setelah invasi kuman, berupa nodulsoliter pada penis, vulva, serviks atau ekstragenital, yang kemudian membentuk ulkus durum dengan tepi meninggi dan tidak dirasa nyeri.
Stadium II
Terjadi 2 sampai 12 minggu setelah ulkus durum, sebagai lesi mukokutan yang menyeluruh tubuh disertai limfa denopati generalisata, demam, rasa lesu dan sekita kepala.
Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3 – 7 tahun setelah infeksi.
c. Sifilis Kardiovaskuler
Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Tanda-tanda sifiliis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma berbentuk kantong pada arota torakal.
Umumnya bermanifestasi 10 – 20 tahun setelah interaksi, seumlah 10 % pasien sifilis akan mengalami fase ini. Pria dan orang denga kulit warna lebih banyak terkena, jantung pembuluh darah, yang terkena terutama yang besar. Kematian pada sifilis terjadi akibat kelainan sistem ini.
d. Neurosifilis
Umumnya bermanifestasi dalam 10 – 20 tahun setelah terinfeksi. Kelainan ini lebih banyak didapat pada orang kulit putih. Neurosifilis dibagi menjadi :
1. Neurosifilis Asimtomatik
Pemeriksaan serologi reaktif tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.
2. Neurosifilis Meningovaskuler
Terdapat tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat, berupa kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomalasia dengan tanda-tanda adanya fokus neurologis sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi. Pemeriksaan sumsum tulang beakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.
3. Neurosifilis Parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.
Paresis :
Tanda dan gejala paresis sangat banyak dan selalu menunjukkan penyebaran kerusakan parenkimatosa perubahan sifat diri dapat terjadi, mulai dari yang ringan hingga psikotik. Terdapat tanda-tanda fokus neurologis. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif
Tabes dorsalis :
Tanda dan gejala pertama tabes dorsalis akibat degenerasi kolumna posterior adalah parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih impotensi, dan perasaan nyeri seperti dipotong-potong, pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang abnormal pada hampir semua penderita dan pemeriksaan serologis sebagian menunjukkan reaktif.

III. ETIOLOGI

Treponema pallidum yang termasuk ordex sirochaetaeas, familli Treponematoceae.
IV. PATOFISIOLOGI
Treponema
Selaput lendir yang utuh / kulit dengan lesi.
Peredaran darah / semua organ tubuh
Masa inkubasi ( ± 3 minggu)
Makula
Papula
Ulkus yang berisi jaringan nekrotik.
Sifilis

V. DIAGNOSIS TEST

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus di konfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field).
2. Mikroskop fluoresensi.
3. Penentuan antibodi di dalam serum.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi non spesifik,akan tetapi dapat menunjukkan reaksi ddengan IgM da juga IgG, ialah :
a. Tes yang menentukan antibodi non spesifik.
- Tes Wasserman.
- Tes Khan
- Tes VDRL ( Venereal Diseases Research Laboratory).
- Tes RPR (Rapid Plasma Reagin).
- Tes Automated Reagin.
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement Fixation)
c. Yang menentukan antibodi yaitu :
- Tes TPI (Trponema Pallidum Immobilization)
- Tes FTA ABS (Fluorecent Treponema Absorbed).
- Tes TPHA ( Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
- Tes Elisa (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).

VI. KOMPLIKASI

VII. MANIFESTASI KLINIS

- Tukak - Demam
- Lesi - Anorexia
- Pada pria selalu dis ertai pembesaran kelenjar limfe ingunal medial unilateral / bilateral
- Terjadi kelainan kulit yaitu timbul berupa makula, postul dan rupia.

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa
Sifilis Primer dan Sekunder
- Penisilin benzalin 6 dosis 4,8 juta unit injeksi intramuskular (2,4 juta unit / kali) dan diberikan satu kali seminggu, atau.
- Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi inframuskular sehari selama 10 hari, atau
- Penisilin prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit / kali sebanyak 2 kali seminggu.
Sifilis Laten
- Penisilin Benzatin 6 dosis total 7,2 juta unit, atau
- Penisilin 6 prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari) atau
- Penisilin prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit / kali, 2 kali seminggu).
Sifilis Stactom III
- Penisilin benzatin 6 dosis total 9,6 juta unit, atau
- Penisilin 6 prokain dalam aqua denga dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari) atau
- Penisilin prokain ± 2 % aluminium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (dibeirkan 1,2 juta unit / kali, 2 kali seminggu).
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :
- Tetrasiklin 5000 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.
- Eritromisin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.
Untuk pasien sifilis laten lanjut (71 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat dierikan :
- Tetrasiklin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari, atau
- Eritrmisin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari
“Obat ini tidak boleh dibeirkan kepada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
2. Pemantauan Serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama \, dan setiap 6 bulan per tahun kedua.
3. Non medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada px dengan menjelaskan hal-hal sebagai beriut :
- Bahaya PKTS dan Komplikasinya
- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan.
- Cara penularan PKTS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat menghindarkan lagi.
- Cara-cara menghindari infeksi PKTS di masa datang.
B. KONSEP KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

1. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
6. Pengkajian Persistem
a. Sistem integumen
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b. Kepala dan Leher
Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri bentuknya seperti obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c. Sistem Pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
- Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik sebelumnya.
e. Sistem penceranaan
- Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
f. Sistem muskuloskeletal
Pada neurosifilis terjadi athaxia.
g. Sistem Neurologis
Biasanya terjadi parathesia.
h. Sistem perkemihan
Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya terjadi impotensi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis
1. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
3. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
4. Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1 :
Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
Kriteria hasil : Kembalinya kulit normal.
Intervensi dan rasional :
1. Anjurkan menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.
R/ : Menurunkan iritasi
2. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/ : Untuk menyeimbangkan cairan.
3. Berikan dengan latihan rentang gerak.
R/ : Mencegah kerusakan lebih lanjut.
4. Kolaborasi dengan tim medis lain.
R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan.
Dx 2 :
Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji tingkat nyeri
R/ : Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
2. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi.
R/ : Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman
R/ : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat golongan penisilin.
R/ : Memberikan penurunan rasa nyeri.
Dx 3 :
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36 – 37o)

Intervensi dan Rasional

1. Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis.
R/ : Agar terjadi pemindahan panas.
2. Pantau suhu tubuh pasien
R/ : Mengetahui adanya infeksius akut.
3. Beri pasien kompres hangat.
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti piretik.
R/ : Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh
Dx 4 :
Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
Kriteria hasil :
- dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
- Mengenali penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi dan Rasional :
1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah.
R/ : Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan.
2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
R/ : Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
3. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu untuk dirnya sendiri.
R/ : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
IV. EVALUASI
1. Apakah integritas kulit klien sudah kembali normal / baik ?
2. Apakah gangguan rasa nyaman (nyeri) klien teratasi ?
3. Apakah suhu tubuh klien kembali normal ?
4. Apakah gangguan gambaran diri klien sudah teratasi ?
DAFTAR PUSTAKA
- Mansjoer Arif ; 2000 ; Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 2 ; Media aesculapius ; Jakarta.
- Daili Fahmi Syaiful ; 2003 ; Penykit Menular Seksual ; FKUI ; Jakarta.
- Doenges E. Marillyn ; 1999 ; Rencana Asuhan Keerawtan, Edisi 3 ; EGC ; Jakarta.
- Compenito J. Lynda ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 2 ; EGC ; Jakarta.
- Ramali Ahmad. Med. Dr. ; 2000 ; Kamus Kedokteran ; Djambatan ; Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar