Kamis, 24 Januari 2013

asuhan keperawatan pada katarak

ASKEP KATARAK




Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan yang berbentuk seperti kancing baju  yang memepunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis, pada zona sentral terdapat nukleus, korteks pada perifer sedangkan kapsul adalah bagian yang menegelilingi korteks dan nukleus.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus, opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna tampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dn kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan siliar kesekitar daerah luar lensa yang meneyebabkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lesa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tengang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lesa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.  
Manifestasi dari katarak biasany ditandai dengan adanya laporan dari klien terjadi penurunan penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai derajat yang diakibatkan kehilangan penglihatan, pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tidak tamak dengan oftalmoskop, pandangan kabur atau redup, distorsi hingga susah melihat dimalam hari. Komplikasi pada katarak, penyulit yang terjadi berupa visus tidak akan mampu mencapai 5/5, ampliopia dan kehilangan penglihatan.

D.      Penatalaksanaan Medis

1.    Konserfatif
a.    Farmakoterapi
1)   Asetalozamid/ metazolamid yaitu bekerja menurunkan TIO misalnya midriasil.
2)   Obat – obat simtomatik berupa fenilefrin untuk vasokontriksi dan midriasis.
3)   Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralisis dan menyebabkan otot siliaris tidak dapat menggerakan lensa.
b.    Non Farmakoterapi
1)   Pengguna kacamata untuk membantu penglihatan yang kurang
2)   Diit Lunak
2.    Operatif
a.    Ekstracapsular Cataract Extrractie (ECCE)
Korteks dan nukleus diangkat , kapsul posterior ditinggalkan untuk menegah prolaps vitrus, untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk implantasi lensa intraokuler.
b.    Intracapsular Cataract Extrractie (ICCE)
Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan prosedur ini dilakukan. Sedangkan kerugiannya , mata beresiko tinggi mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyongkong dan penanaman lensa intraokuler.

E.       Asuhan Keperawatan Post Operasi

1.    Pengkajian
a.    Aktivitas / Istirahat
Gejala : perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b.    Makanan / Cairan
Gejala : Mual / Muntah (glaukoma akut)
c.    Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). penglihatan berawan, kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
d.        Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Ketidaknyamanan ringan / maya berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba berat menetap / tekanan pada air mata , sakit kepala (glaukoma akut).
e.         Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat glaukoma diabetes, gangguan sistem voskuler, riwayat stress.  Alergi : Gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vera), keseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
f.         Kolesterol serum dan pemeriksa lipid : untuk memastikan adanya arteriasklerosis
g.        Tes toleransi glukosa : mungkin meningkat adanya diabetes.
h.        Pemeriksaan diagnostik :
1)   Kartu mata snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aqoeus /vitreus humor, kerusakan refraksi, penyakit sistem syaraf,penglihatan retina.
2)   Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3)   Pengukuran tonografi : TIO (12-25 mmHg)
4)   Pengukuran ginioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5)   Tes provokatif : menentukan adanya tipe glukoma.
6)   Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema perdarahan.
7)   Darah lengkap LED : menentukan anemi sistemik / infeksi.
8)   EKG, Kolesterol, Lipid, Serum
9)   Tes toleransi glukoma : kontrol DM

F.       Diagnosa Keperawatan

Diagnosa pre op katarak
1.    Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa.
2.    Takut yang berhubungan dengan kehilangan pandangan komplet, jadwal pembedahan, atau ketidak mampuan mendapatkan pandangan.
3.    Resiko cidera yang berhubungan dengan penurunan visus, umur atau berada pada lingkungan yang tidak dikenal.
4.    Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer.
5.    Isolasi sosial yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan, takut, cedera, penurunan kemampuan mengendalikan komunitas atau takut malu.
6.    Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya.
Diagnosa post op katarak
1.    Resiko tinggi cidera berhubungan dengan peningkatan TIO.
2.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3.    Gangguan sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indra.
4.    Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

G.      Perencanaan

1.    Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata.
Tujuan             : tidak terjadi perubahan visual
Kriteria hasil   : dapat mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan visual dan mengkomunikasikan pembatasan pandangan.  
Perencanaan
a.         Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar.
b.         Dapatkan deskriptif fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh klien.
c.         Adaptasikan lingkungan klien dengan kebutuhan lingkungan.
d.        Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang disukai klien.
e.         Beritahu klien bentuk-bentuk rangsangan alternatif (radio, TV dan percakapan).
f.          Berikan sumber rangsangan sesuai permintaan.
g.         Rujuk klien ke pelayanan yang memberikan bantuan seperti buku percakapan
h.         Kolaborasi untuk pembedahan.
2.    Takut yang berhubungan dengan kehilangan pandangan komplet, jadwal pembedahan, atau ketidakmampuan mendapatkan pandangan.
Tujuan             : rasa takut berkurang dan tidak ditemukan.
Kriteria hasil   : tidak terjadi perdarahan intra okuler dan tidak ada peningkatan tekanan intra okuler.
Perencanaan
a.         Ajarkan tanda dan gejala komplikasiyang harus dilaporkan pada dokter dengan segera, meliputi meningkatnya nyeri mata, keluarnya diskar purulen, penurunan visus, demam, meningkatnya nyeri dahi.
b.         Instruksikan untuk tidak mengejan saat defekasi
c.         Kaji derajat dan durasi gangguan visual, dorong percakapan untk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan dan tingkat pemahaman.
d.        Orientasikan pasien pada ligkungan baru.
e.         Jelaskan rutinitas perioperatif.
f.          Dorong untuk menjalankan kebiasaan atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
3.    Resiko cidera berhubungan dengan penurunan visus, umur atau berada pada lingkungan yang tidak dikenal.
Tujuan             : tidak terjadi cidera atau gangguan visual akibat jatuh
Kriteria hasil   :   klien mampu mengidentifikasi hal yang dapat meningkatkan risiko cidera. Klien mampu menyingkirkan benda yang berbahaya dari lingkungan. Dapat melaporkan tidak mengalami cidera.
a.         Beritahu klien bahwa penutupan mata dengan bebat dan/ atau shield menyebabka pandangan monokulera atau mempersempit lapang pandang.
b.         Kurangi resiko bahaya dari lingkungan pasien.
c.         Beritahu klien untuk mengubah posisi secara perlahan.
d.        Beritahu klien agar tidak meraih benda untuk stabilitas saat ambulasi.
e.         Dorong klien untuk menggunakan peralatan adaptif mis., tongkat.
4.    Resiko infeksi berhubungan Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
Tujuan             : Pertahanan primer yang adekuat
Kriteria hasil    : Pencapaian pemulihan luka tepat waktu
Perencanaan
a.         Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b.         Observasi pernyataan adanya inflamasi.
c.         Pantau pernafasan dan bunyi nafas.
d.        Observasi terhadap tanda dan gejala peningkatan nyeri.
e.         Pertahankan perawatan aseptik.
f.          Berikan obat sesuai indikasi.
5.    Isolasi sosial yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan, takut, cedera, penurunan kemampuan mengendalikan komunitas atau takut malu.
Tujuan             : tumbuhnya rasa percaya diri pasien dan pandangan mata tetap kontak.
Kriteria hasil   : keluarga memberikan bantuan dalam penatalaksanaan pengobatan dan perawatan mata pasca operasi.
Perencanaan
a.         Jelaskan rutinitas pre dan post operasi katarak padaklien serta libatkan keluarga dalam penjelasan yang berubungan dengan perawatan pasca operasi.
b.         Beritahu klien dan keluarga tentangobat mata yang digunakan.
6.    Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya.
Tujuan             : klien mengerti akan informasi seputar katarak
Kriteria hasil    : kembali kerumah dan  bisa merawat diri dengan aman dalam lingkungan yang telah disiapkan. Menembangangkan rencana perawatan diri dalam perubahan hidup yan diinginkan.
Perencanaan
a.         Diskusikan tempat yang diinginkan klien untuk pemulihan pasca operasi.
b.         Diskusikan kemampuan klien sekarang untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari klien.
c.         Evaluasi bagaimana kemampuan fungsi klien sekarang akan terpengaruh oleh pembatasan aktivitas dan kebutuhan perawatan pasca operasi.
d.        Bantu klien menentukan sisi realistik untuk pemulihan pasca operasi.
e.         Ajarkan klien aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
f.          Bantu klien untuk menentukan aktivitas apa yang akan memerlukan bantuan.
g.         Evaluasi sumber-sumber bantuan.
7.    Resiko tinggi cidera berhubungan dengan  peningkatan TIO
Tujuan             : klien memahami faktor yang menyebabkan kemungkinan cidera.
Kriteria Hasil  : menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
Perencenaan
a.         Beritahu klien apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
b.         Batasi aktivitas klien seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
c.         Berikan pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau keposisi yang tak sakit.
d.        Observasi pembengkakan luka bilik anterior kempres, pupil berbentuk buah pir.
8.    Resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak)
Tujuan             : meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu
Kriteria Hasil  : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam.
Perencanaan
a.         Beritahu klien pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/ mengobati mata.
b.         Ajarkan tekhnik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tissu basah untuk setiap usapan.
c.         Tekankan pentingnya tidak  menyentuh atau menggaruk mata yang dioperasi.
d.        Kaji tanda terjadinya infeksi.
e.         Berikan antibiotic.
9.    Gangguan sensori perseptual penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indra.
Tujuan             : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria Hasil  : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
Perecanaan
a.         Kaji ketajaman penglihatan , cacat apakah satu atau dua mata terlibat
b.         Orientasikan klien terhadap lingkungan
c.         Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi
d.        Perhatikan tentang iritasi mata.
10.  Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis, pengobatan.
Tujuan             : Klien memahami kondisi / proses penyakit.
Perenanaan
a.         Kaji informasi tentang kondisi individu
b.         Tekankan pentingnya evaluasi
c.         Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang di jual bebas
d.        Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat dan mengejan.

H.      Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al., 1996). Yang dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untui membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
(Nursalam)
Tujuan dari implementasiadalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dan didokumentasikan kedalam forma yang telah ditetapkan oleh instansi.
Penyususnan asuhan keperawatan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, intervensi dan pendokumentasian.
1.    Tahap persiapan
Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Yang meliputi kegiatan meninjau ulang (review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan. Menganalisis pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui kompliksai dari intervensi keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkunngan yang kondusif sesuai dengan intervensi, mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin muncul akibat dilakukan intervensi.
2.    Tahap Intervensi
Dalam melakuakan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu, independen, dependen, dan interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawtan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, mis., tenaga sosial, ahli gizi da dokter. Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
3.    Tahap Dokumentasi
Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian yang terjadi dalam proses keperawatan. Ada tiga model pendokumentasian yang digunakan dalam proses keperawatan, yaitu sources- oriented records, problem-otiented records (POR), dan Computer-assicsted record.

I.         Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melngkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Menurut griffith dan Cristensen (1986), evaluasi sebagai suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistemik pada status kesehatan klien.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (lyer et al., 1996) yaitu Mengakhiri rencana asuhan keperawatan, Memodifikasi rencana asuhan keperawatan, dan Meneruskan asuhan keperawatan
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi
1.    Mengukur pencapaian tujuan klien
Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi. Adapun faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan klien terdiri atas beberapa komponen.
a.    Kognitif (pengetahuan)
Tujuannya, mengidentifikasi pengetahuan spesifik yang diperlukan setelah klien diajarkan teknik-teknik tertentu. Meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktivitas, persediaan alat-alat, risiko komplikasi, gejala yang hatus dilaporkan, pencegahan, pengukuran. Dapat diperoleh melalui :
1)        Wawancara
Cara terbaik untuk mengevaluasi pengethauan klien. Strategi untuk mengetahui tingkatan pengetahuan klien :
a)   Recall knowledge : menanyakan kepada klien untuk mengingat beberapa fakta.
b)   Komprehensif : menanyakan kepada klien untuk menanyakan info yang spesifik dengan kata-katanya sendri.
c)   Aplikasi fakta : mengajak klien pada situasi hipotensi dan tanyakan intervensi yang tepat terhadap apa yang ditanyakan.
2)        Tes tertulis
Perawat biasanya menggunakan kertas dan pensil untu mengevaluasi pengetahuan klien terhadap hal-hal yang telah diajarkan.
b.    Afektif (status emosional )
Penilaian afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangat sukar dievaluasi. Ditulis dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap staus emosoi klien.
1)        Observasi secara langsung. Perawat mengobservasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada suara, dan isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara.
2)        Umpan balik dari profesi kesehatan lain. Perawata dapat menginformasikan profesi kesehatan lain untuk memberikan umpan balik (feedback) mengenai hasil observasi keadaan lien. Dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara informal, pada saat rapat rapat tentang keadaan klien, dan didalam laporan pergantian jam dinas. Dengan adanya umpan balik dan tukar menukar informasi tersebut maka perawat akan mendapatkan banyak keuntungan.
c.    Psikomotor
Biasanya lebih mudah dievaluasi dibandingkan dnegan lainnya jika perlu yang dapat diobservasi sudah diidentifikasi pada kriteria hasil (tujuan), dan dapat dilakukan observasi perilaku secara langsung.
d.   Perubahan fungsi tubuh
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan klien yang dapat diobservasi. Dengan cara memfokuskan pada bagian fungsi fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan asuhan keperawatan. Evaluasi pada gejala yang spesifk digunakan untuk menilai penurunan atau peningkatan gejala yang mempengaruhi status kesehatan klien. Dilakukan secara langsung, wawancara, dan pemeriksaan fisik.
2.    Penentuan keputusan pada tahap evaluasi
Ada tiga kemungkinan keputsan pada tahap ini yaitu klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, klien dalam proses mencapai haisl yang ditentukan, klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.
Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan melihat hasilnya (sumatif).
a.    Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses (sumatif) adalah aktivitas dari proses keperawatandan hasil kualitas hasil pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat memnggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.
b.    Evaluasi hasil. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel dan efisien.
c.    Komponen evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi lima komponen (pinnell dan Meneses, 1986)
1)      Menentukan kriteria, standar praktek, dan pertanyaan evaluatif
a)      Kriteria
Digunakan sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai enentuan kesahihan data yang terkumpul. Digunakan pada tahap evaluasi ditulis sebagai kriteria hasil menandakan hasil akhir asuhan keperawatan.
b)      Standar praktik
Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluai praktik keperawatan secara luas. Standar tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat digunakna sebagai suatu model untuk kualitas pelayanan. Standar harus berdasarkan hasil, penelitian, konsep teori, dan dapat diterima oleh praktik klinik keperawatan saat ini.
c)      Pertanyaan evaluatif
Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu digunakan pertanyaan evaluatif (evaluative questions) sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan dan respons klien terhadap intervensi. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi :
·         Pengkajian : apakah dapat dilakukan pengajian pada klien ?
·         Diagnosis : apakah diagnosis bersama dengan klien ?
·         Perencanaan : apakah tujuan telah diidentifikasi dalam perencanaan ?
·         Implementasi : apakah klien telah mengetahui tentang intervensi yang akan diberikan ?
·         Evaluasi : apakah modifikasi asuhan keperawatan diperlukan ?
2)      Mengumpulkan data mengenai status kesehatan klien yang baru terjadi
Pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan. Perawat yang profesional pertama kali mengkaji dan menyusun perencanaan adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengevaluasi respon klien terhadap intervens yang diberikan. Perawat lain yang membantu dalam memberikan intervensi kepada klien harus berpartisipasi dalam proses evaluasi. Validitas informasi meningkat jika lebih dari satu oran yang ikut melakukan evaluasi.
3)      Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar
Perawat melakukan ketrampilan dalam berfikir kritus, kemamuan dalam menyelesaikan masalah, dan kemampuan mengambil keputusan klinik. Sangat diperlukan untuk menentukan kesesuaian dan pentingnya suatu data dengan cara membandingkan data evaluasi dengan kriteria serta standar dan menyesuaikan asuhan keperawatan yang diberikan dengan kriteria dan standar yang sudah ada.
4)      Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
Pertama kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada tahap ini adalahmenyimpulkan efektivitas semua intervensi yang telah dilaksanakan. Kemudian menentukan kesimpulan pada setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi.
5)      Melaksanakan intervensi yang sesuai berdasarkan kesimpulan
Pada tahap ini perawat melakuakan suatu intervensi berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah diperbaiki dari perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan rencana asuhan keperawatan. Meskipun pengkajian dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, aspek-aspek khusus perlu dikaji ulang dan penambahan data untuk akurasi suatu asuhan keperawatan.
d.   Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada rekam medik (medical record). Penggunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada penulisannya untuk menghindarai salah persepsi dan ketidak jelasan dalam menyusun asuhan keperawatan lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar