ASKEP KATARAK
Lensa yang normal adalah struktur
posterior iris yang jernih, transparan yang berbentuk seperti kancing
baju yang memepunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis, pada zona sentral terdapat
nukleus,
korteks pada perifer sedangkan kapsul adalah bagian yang menegelilingi
korteks
dan nukleus.
Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus,
opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna tampak
seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dn kimia dalam
lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus
multiple
(zunula) yang memanjang dari badan siliar kesekitar daerah luar lensa
yang
meneyebabkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya keretina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein
lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lesa. Proses ini
mematahkan
serabut lensa yang tengang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lesa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak
ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Manifestasi dari katarak biasany
ditandai dengan adanya laporan dari klien terjadi penurunan penglihatan,
silau
dan gangguan fungsional sampai derajat yang diakibatkan kehilangan
penglihatan,
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tidak
tamak
dengan oftalmoskop, pandangan kabur atau redup, distorsi hingga susah
melihat
dimalam hari. Komplikasi pada katarak, penyulit yang terjadi berupa
visus tidak
akan mampu mencapai 5/5, ampliopia dan kehilangan penglihatan.
D. Penatalaksanaan Medis
1.
Konserfatif
a.
Farmakoterapi
1)
Asetalozamid/
metazolamid
yaitu bekerja menurunkan TIO misalnya midriasil.
2)
Obat
– obat
simtomatik berupa fenilefrin untuk vasokontriksi dan midriasis.
3)
Parasimpatolitik
untuk
menyebabkan paralisis dan menyebabkan otot siliaris tidak dapat
menggerakan lensa.
b.
Non
Farmakoterapi
1) Pengguna
kacamata untuk membantu penglihatan yang kurang
2) Diit
Lunak
2. Operatif
a. Ekstracapsular
Cataract Extrractie (ECCE)
Korteks dan
nukleus diangkat , kapsul posterior ditinggalkan untuk menegah prolaps
vitrus,
untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan
untuk
implantasi lensa intraokuler.
b. Intracapsular
Cataract Extrractie (ICCE)
Pada pembedahan
jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah
kemudahan
prosedur ini dilakukan. Sedangkan kerugiannya , mata beresiko tinggi
mengalami
retinal detachment dan mengangkat struktur penyongkong dan penanaman
lensa
intraokuler.
E. Asuhan Keperawatan Post Operasi
1. Pengkajian
a. Aktivitas
/ Istirahat
Gejala :
perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan
b. Makanan
/ Cairan
Gejala : Mual /
Muntah (glaukoma akut)
c. Neurosensori
Gejala :
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak). penglihatan berawan, kabur,
tampak
lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer,
fotofobia(glaukoma akut).
d.
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala :
Ketidaknyamanan ringan / maya berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba
berat
menetap / tekanan pada air mata , sakit kepala (glaukoma akut).
e.
Penyuluhan /
pembelajaran
Gejala : Riwayat
glaukoma diabetes, gangguan sistem voskuler, riwayat stress. Alergi :
Gangguan vasomotor (contoh
peningkatan tekanan vera), keseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).
f.
Kolesterol serum dan
pemeriksa lipid : untuk memastikan adanya arteriasklerosis
g.
Tes toleransi glukosa :
mungkin meningkat adanya diabetes.
h.
Pemeriksaan diagnostik
:
1) Kartu
mata snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea,
lensa, aqoeus /vitreus humor, kerusakan refraksi, penyakit sistem
syaraf,penglihatan retina.
2) Lapang
penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran
tonografi : TIO (12-25 mmHg)
4) Pengukuran
ginioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes
provokatif : menentukan adanya tipe glukoma.
6) Oftalmoskopi
: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema
perdarahan.
7) Darah
lengkap LED : menentukan anemi sistemik / infeksi.
8) EKG,
Kolesterol, Lipid, Serum
9) Tes
toleransi glukoma : kontrol DM
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
pre op katarak
1. Perubahan sensori perseptual
(visual) yang berhubungan
dengan kekeruhan pada lensa.
2. Takut yang berhubungan dengan
kehilangan pandangan komplet,
jadwal pembedahan, atau ketidak mampuan mendapatkan pandangan.
3. Resiko cidera yang berhubungan
dengan penurunan visus,
umur atau berada pada lingkungan yang tidak dikenal.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer.
5. Isolasi sosial yang berhubungan
dengan penurunan tajam
penglihatan, takut, cedera, penurunan kemampuan mengendalikan komunitas
atau
takut malu.
6. Defisit pengetahuan yang
berhubungan dengan terbatasnya
informasi atau kesalahan interpretasi informasi yang sudah didapat
sebelumnya.
Diagnosa
post op katarak
1. Resiko tinggi cidera berhubungan
dengan peningkatan TIO.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan katarak).
3. Gangguan sensori perseptual
penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indra.
4. Kurang pengetahuan kebutuhan
belajar tentang kondisi,
prognosis pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
G. Perencanaan
1.
Perubahan
sensori
perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada lensa mata.
Tujuan :
tidak terjadi perubahan visual
Kriteria hasil : dapat
mendemonstrasikan peningkatan
kemampuan untuk memproses rangsangan visual dan mengkomunikasikan
pembatasan
pandangan.
Perencanaan
a.
Kaji
dan
dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar.
b.
Dapatkan
deskriptif
fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh klien.
c.
Adaptasikan
lingkungan
klien dengan kebutuhan lingkungan.
d.
Kaji
jumlah dan
tipe rangsangan yang disukai klien.
e.
Beritahu
klien
bentuk-bentuk rangsangan alternatif (radio, TV dan percakapan).
f.
Berikan
sumber
rangsangan sesuai permintaan.
g.
Rujuk
klien ke
pelayanan yang memberikan bantuan seperti buku percakapan
h.
Kolaborasi
untuk
pembedahan.
2.
Takut
yang
berhubungan dengan kehilangan pandangan komplet, jadwal pembedahan, atau
ketidakmampuan mendapatkan pandangan.
Tujuan :
rasa takut berkurang dan tidak ditemukan.
Kriteria hasil : tidak terjadi
perdarahan intra okuler dan
tidak ada peningkatan tekanan intra okuler.
Perencanaan
a.
Ajarkan
tanda
dan gejala komplikasiyang harus dilaporkan pada dokter dengan segera,
meliputi
meningkatnya nyeri mata, keluarnya diskar purulen, penurunan visus,
demam, meningkatnya
nyeri dahi.
b.
Instruksikan
untuk
tidak mengejan saat defekasi
c.
Kaji
derajat dan
durasi gangguan visual, dorong percakapan untk mengetahui keprihatinan
pasien,
perasaan dan tingkat pemahaman.
d.
Orientasikan
pasien
pada ligkungan baru.
e.
Jelaskan
rutinitas
perioperatif.
f.
Dorong
untuk
menjalankan kebiasaan atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
3.
Resiko
cidera
berhubungan dengan penurunan visus, umur atau berada pada lingkungan
yang tidak
dikenal.
Tujuan :
tidak terjadi cidera atau gangguan visual akibat jatuh
Kriteria hasil : klien mampu
mengidentifikasi hal yang dapat
meningkatkan risiko cidera. Klien mampu menyingkirkan benda yang
berbahaya dari
lingkungan. Dapat melaporkan tidak mengalami cidera.
a.
Beritahu
klien
bahwa penutupan mata dengan bebat dan/ atau shield menyebabka pandangan
monokulera atau mempersempit lapang pandang.
b.
Kurangi
resiko
bahaya dari lingkungan pasien.
c.
Beritahu
klien
untuk mengubah posisi secara perlahan.
d.
Beritahu
klien
agar tidak meraih benda untuk stabilitas saat ambulasi.
e.
Dorong
klien
untuk menggunakan peralatan adaptif mis., tongkat.
4. Resiko infeksi berhubungan Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
Tujuan
: Pertahanan primer yang
adekuat
Kriteria
hasil : Pencapaian pemulihan luka tepat
waktu
Perencanaan
a.
Pantau
tanda-tanda vital, perhatikan
peningkatan suhu.
b.
Observasi
pernyataan adanya inflamasi.
c.
Pantau
pernafasan dan bunyi nafas.
d.
Observasi
terhadap tanda dan gejala
peningkatan nyeri.
e.
Pertahankan
perawatan aseptik.
f.
Berikan
obat sesuai indikasi.
5. Isolasi
sosial yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan, takut,
cedera,
penurunan kemampuan mengendalikan komunitas atau takut malu.
Tujuan :
tumbuhnya rasa percaya diri pasien dan pandangan mata tetap kontak.
Kriteria hasil :
keluarga memberikan bantuan dalam penatalaksanaan pengobatan dan
perawatan mata
pasca operasi.
Perencanaan
a.
Jelaskan
rutinitas
pre dan post operasi katarak padaklien serta libatkan keluarga dalam
penjelasan
yang berubungan dengan perawatan pasca operasi.
b.
Beritahu
klien dan
keluarga tentangobat mata yang digunakan.
6. Defisit
pengetahuan yang berhubungan dengan terbatasnya informasi atau kesalahan
interpretasi informasi yang sudah didapat sebelumnya.
Tujuan
: klien mengerti akan
informasi seputar katarak
Kriteria hasil : kembali
kerumah dan bisa merawat diri dengan
aman dalam lingkungan yang telah disiapkan. Menembangangkan rencana
perawatan
diri dalam perubahan hidup yan diinginkan.
Perencanaan
a.
Diskusikan
tempat
yang diinginkan klien untuk pemulihan pasca operasi.
b.
Diskusikan
kemampuan
klien sekarang untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri dan aktivitas
sehari-hari klien.
c.
Evaluasi
bagaimana
kemampuan fungsi klien sekarang akan terpengaruh oleh pembatasan
aktivitas dan
kebutuhan perawatan pasca operasi.
d.
Bantu
klien
menentukan sisi realistik untuk pemulihan pasca operasi.
e.
Ajarkan
klien aktivitas
perawatan diri yang diperlukan.
f.
Bantu
klien untuk
menentukan aktivitas apa yang akan memerlukan bantuan.
g.
Evaluasi
sumber-sumber
bantuan.
7.
Resiko
tinggi
cidera berhubungan dengan peningkatan
TIO
Tujuan :
klien memahami faktor yang menyebabkan kemungkinan cidera.
Kriteria Hasil : menunjukan
perubahan perilaku, pola hidup
untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
Perencenaan
a.
Beritahu
klien
apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan, balutan mata.
b.
Batasi
aktivitas
klien seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
c.
Berikan
pasien
posisi bersandar, kepala tinggi, atau keposisi yang tak sakit.
d.
Observasi
pembengkakan
luka bilik anterior kempres, pupil berbentuk buah pir.
8.
Resiko
tinggi
infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak)
Tujuan : meningkatkan
penyembuhan luka
tepat waktu
Kriteria Hasil : Meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu,
bebas drainase purulen, eritema dan demam.
Perencanaan
a.
Beritahu
klien
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/ mengobati mata.
b.
Ajarkan
tekhnik
yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tissu basah
untuk setiap
usapan.
c.
Tekankan
pentingnya
tidak menyentuh atau
menggaruk mata yang dioperasi.
d.
Kaji
tanda
terjadinya infeksi.
e.
Berikan
antibiotic.
9. Gangguan
sensori perseptual penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status
organ
indra.
Tujuan : Meningkatkan
ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu.
Kriteria Hasil : Mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan
Perecanaan
a.
Kaji
ketajaman penglihatan , cacat
apakah satu atau dua mata terlibat
b.
Orientasikan
klien terhadap lingkungan
c.
Observasi
tanda-tanda dan gejala-gejala
disorientasi
d.
Perhatikan
tentang iritasi mata.
10. Kurang pengetahuan kebutuhan belajar tentang
kondisi, prognosis, pengobatan.
Tujuan :
Klien memahami kondisi / proses penyakit.
Perenanaan
a.
Kaji
informasi
tentang kondisi individu
b.
Tekankan
pentingnya
evaluasi
c.
Informasikan
pasien
untuk menghindari tetes mata yang di jual bebas
d.
Anjurkan
pasien
menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat dan mengejan.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi
adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik
(lyer et al., 1996). Yang dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing order untui membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
(Nursalam)
Tujuan
dari implementasiadalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan
dapat
dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi
dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling
sesuai
dengan kebutuhan klien. Dan didokumentasikan kedalam forma yang telah
ditetapkan
oleh instansi.
Penyususnan
asuhan keperawatan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, intervensi
dan
pendokumentasian.
1. Tahap
persiapan
Tahap
awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan
segala
sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Yang meliputi
kegiatan
meninjau ulang (review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi
pada tahap
perencanaan. Menganalisis pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui kompliksai dari intervensi keperawatan yang
mungkin
timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan
lingkunngan yang kondusif sesuai dengan intervensi, mengidentifikasi
aspek
hukum dan kode etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin muncul
akibat
dilakukan intervensi.
2. Tahap
Intervensi
Dalam
melakuakan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu,
independen, dependen, dan interdependen. Tindakan keperawatan secara
independen
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah
oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan
keperawtan yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerjasama
dengan
tenaga kesehatan lainnya, mis., tenaga sosial, ahli gizi da dokter.
Sedangkan
dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan
medis.
3. Tahap
Dokumentasi
Implementasi
asuhan keperawatan harus diikuti oleh pendokumentasian yang lengkap dan
akurat
terhadap suatu kejadian yang terjadi dalam proses keperawatan. Ada tiga
model
pendokumentasian yang digunakan dalam proses keperawatan, yaitu sources-
oriented records, problem-otiented records (POR), dan Computer-assicsted
record.
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melngkapi proses keperawatan yang
menandakan
keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya. Menurut griffith dan Cristensen (1986), evaluasi
sebagai suatu
yang direncanakan dan perbandingan yang sistemik pada status kesehatan
klien.
Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal
ini
dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan
yang
diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (lyer et al., 1996)
yaitu
Mengakhiri rencana asuhan keperawatan, Memodifikasi rencana asuhan
keperawatan,
dan Meneruskan asuhan keperawatan
Tahap
evaluasi pada proses keperawatan meliputi
1. Mengukur
pencapaian tujuan klien
Perawat
menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan
digunakan
dalam evaluasi. Adapun faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan
klien
terdiri atas beberapa komponen.
a. Kognitif
(pengetahuan)
Tujuannya,
mengidentifikasi pengetahuan spesifik yang diperlukan setelah klien
diajarkan
teknik-teknik tertentu. Meliputi pengetahuan klien terhadap penyakitnya,
mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktivitas, persediaan
alat-alat,
risiko komplikasi, gejala yang hatus dilaporkan, pencegahan, pengukuran.
Dapat
diperoleh melalui :
1)
Wawancara
Cara
terbaik untuk mengevaluasi pengethauan klien. Strategi untuk mengetahui
tingkatan pengetahuan klien :
a) Recall
knowledge : menanyakan kepada klien untuk mengingat beberapa fakta.
b) Komprehensif
: menanyakan kepada klien untuk menanyakan info yang spesifik dengan
kata-katanya sendri.
c) Aplikasi
fakta : mengajak klien pada situasi hipotensi dan tanyakan intervensi
yang
tepat terhadap apa yang ditanyakan.
2)
Tes
tertulis
Perawat
biasanya menggunakan kertas dan pensil untu mengevaluasi pengetahuan
klien
terhadap hal-hal yang telah diajarkan.
b. Afektif
(status emosional )
Penilaian
afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangat sukar dievaluasi.
Ditulis
dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap staus
emosoi
klien.
1)
Observasi
secara langsung. Perawat
mengobservasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada suara, dan isi pesan
secara
verbal pada waktu melakukan wawancara.
2)
Umpan
balik dari profesi kesehatan lain.
Perawata dapat menginformasikan profesi kesehatan lain untuk memberikan
umpan
balik (feedback) mengenai hasil observasi keadaan lien. Dapat dilakukan
dengan
berkomunikasi secara informal, pada saat rapat rapat tentang keadaan
klien, dan
didalam laporan pergantian jam dinas. Dengan adanya umpan balik dan
tukar
menukar informasi tersebut maka perawat akan mendapatkan banyak
keuntungan.
c. Psikomotor
Biasanya
lebih mudah dievaluasi dibandingkan dnegan lainnya jika perlu yang dapat
diobservasi sudah diidentifikasi pada kriteria hasil (tujuan), dan dapat
dilakukan observasi perilaku secara langsung.
d. Perubahan
fungsi tubuh
Evaluasi
pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status
kesehatan
klien yang dapat diobservasi. Dengan cara memfokuskan pada bagian fungsi
fungsi
kesehatan klien berubah setelah dilakukan asuhan keperawatan. Evaluasi
pada
gejala yang spesifk digunakan untuk menilai penurunan atau peningkatan
gejala
yang mempengaruhi status kesehatan klien. Dilakukan secara langsung,
wawancara,
dan pemeriksaan fisik.
2. Penentuan
keputusan pada tahap evaluasi
Ada
tiga kemungkinan keputsan pada tahap ini yaitu klien telah mencapai
hasil yang
ditentukan dalam tujuan, klien dalam proses mencapai haisl yang
ditentukan,
klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.
Kualitas
asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan
melihat
hasilnya (sumatif).
a. Evaluasi
proses
Fokus
pada evaluasi proses (sumatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatandan
hasil kualitas hasil pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus
terus
menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai.
Sistem penulisan
pada tahap evaluasi ini dapat memnggunakan sistem SOAP atau model
dokumentasi
lainnya.
b. Evaluasi
hasil. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau
status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan
pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat
objektif, fleksibel dan efisien.
c. Komponen
evaluasi
Komponen
evaluasi dapat dibagi menjadi lima komponen (pinnell dan Meneses, 1986)
1) Menentukan
kriteria, standar praktek, dan pertanyaan evaluatif
a) Kriteria
Digunakan
sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai enentuan
kesahihan data yang terkumpul. Digunakan pada tahap evaluasi ditulis
sebagai
kriteria hasil menandakan hasil akhir asuhan keperawatan.
b) Standar
praktik
Standar
asuhan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluai praktik keperawatan
secara
luas. Standar tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat
digunakna sebagai suatu model untuk kualitas pelayanan. Standar harus
berdasarkan hasil, penelitian, konsep teori, dan dapat diterima oleh
praktik
klinik keperawatan saat ini.
c) Pertanyaan
evaluatif
Untuk
menentukan suatu kriteria dan standar, perlu digunakan pertanyaan
evaluatif
(evaluative questions) sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan
keperawatan
dan respons klien terhadap intervensi. Pertanyaan yang dapat digunakan
untuk
mengevaluasi :
·
Pengkajian
: apakah dapat dilakukan
pengajian pada klien ?
·
Diagnosis
: apakah diagnosis bersama
dengan klien ?
·
Perencanaan
: apakah tujuan telah
diidentifikasi dalam perencanaan ?
·
Implementasi
: apakah klien telah
mengetahui tentang intervensi yang akan diberikan ?
·
Evaluasi
: apakah modifikasi asuhan
keperawatan diperlukan ?
2) Mengumpulkan
data mengenai status kesehatan klien yang baru terjadi
Pada
tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan. Perawat yang
profesional pertama kali mengkaji dan menyusun perencanaan adalah orang
yang
bertanggung jawab dalam mengevaluasi respon klien terhadap intervens
yang
diberikan. Perawat lain yang membantu dalam memberikan intervensi kepada
klien
harus berpartisipasi dalam proses evaluasi. Validitas informasi
meningkat jika
lebih dari satu oran yang ikut melakukan evaluasi.
3) Menganalisis
dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar
Perawat
melakukan ketrampilan dalam berfikir kritus, kemamuan dalam
menyelesaikan
masalah, dan kemampuan mengambil keputusan klinik. Sangat diperlukan
untuk
menentukan kesesuaian dan pentingnya suatu data dengan cara
membandingkan data
evaluasi dengan kriteria serta standar dan menyesuaikan asuhan
keperawatan yang
diberikan dengan kriteria dan standar yang sudah ada.
4) Merangkum
hasil dan membuat kesimpulan
Pertama
kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada tahap ini
adalahmenyimpulkan
efektivitas semua intervensi yang telah dilaksanakan. Kemudian
menentukan
kesimpulan pada setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi.
5) Melaksanakan
intervensi yang sesuai berdasarkan kesimpulan
Pada
tahap ini perawat melakuakan suatu intervensi berdasarkan hasil
kesimpulan yang
sudah diperbaiki dari perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan
rencana
asuhan keperawatan. Meskipun pengkajian dilaksanakan secara rutin dan
berkesinambungan, aspek-aspek khusus perlu dikaji ulang dan penambahan
data
untuk akurasi suatu asuhan keperawatan.
d. Dokumentasi
Perawat
mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada rekam medik
(medical
record). Penggunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada
penulisannya untuk
menghindarai salah persepsi dan ketidak jelasan dalam menyusun asuhan
keperawatan lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar